Mawar Indah kulihat di tebing dekat kampus
Sungguh memesona tiada lawan, tiada banding
Coba kupetik tetapi ia terlalu tinggi
Tubuh Katai ini tak kuasa, benar-benar tak berdaya
Duri-durinya adalah ayat-ayat yang Kudus
Semak di sekelilingnya sungguh beracun
Sekali tersentuh, maka tubuhku takkan kembali utuh
Jarum jam berjalan
Kehidupan terus berdetak
Kulihat Mad Mugni Menyiramnya
Ia siram sepenuh jiwa hingga tak sadar aku ada dan memperhatikannya
Begitu kusapa:
“Mawar jelita itu kepunyaan mu?”
Matanya tajam menusuk lidahku yang tadi lancang bertanya
Aku kabur namun terus menoleh
Aku berlalu namun hatiku tinggal
Lisanku berkata ikhlas namun hatiku menuntutku berbuat culas
Sungguh bedebah nasib seringkali
Menggiringku mencintai Mawar Milik Mad Mugni
Merah Muda dia punya warna
Sungguh manis madunya
Kelopak-kelopaknya berkilap bak tersepuh
Haruskah Aku berdoa agar Mad Mugni Mampus?
Atau Kucuri saja mawar itu di malam hari?
Aksi kriminal mungkin saja melanggar hukum
Tetapi hasrat membuat semua seakan bersyariat
Apakah mata kaki kita juga buta karena hasrat?
Apakah begitu juga mata uang?
Aku ingin mencuri namun kusadar diri
Tamanku yang bersahaja takkan laik untuk mawar merah muda mad Mugni yang digdaya
Kebunku sempit dan terjepit gedung-gedung congkak
Ulat-ulat menyerbu secara biadab
Kurapikan tamanku sekadarnya saja, jauh dari presisi apalagi terencana
Mawar Merah Muda Mawar Menggoda
Menaklukkanku Memenjarakanku
Dalam ilusi tak bertepi
Karena ia milik Mad Mugni
Leave a Reply