Meski voting sudah selesai, bahkan hasilnya sudah diumumkan, tapi nyatanya bola panas Pemira 2019 masih bergulir, Pemira memasuki added time atau bahkan mungkin akan memasuki babak adu penalti.
Pemira tahun ini diwarnai kejutan, terutama dalam ranah pemilihan ketua dan wakil Dema-F. Empat fakultas yang sebelumnya stabil berada di bawah panji Ranger Hijau, pada Pemira tahun ini, berhasil dibajak kawanan Rangers Biru. Secara mengejutkan, FAH, FITK, dan Fakultas Psikologi berganti penguasa tahun ini. Tiga nama pertama terbilang mengejutkan mengingat ketiganya sudah dikuasai Rangers Hijau sejak lama: FAH dikuasai selama 35 tahun berturut-turut dan FITK telah dihegemoni selama hampir 10 tahun.
Pada perebutan kursi Dema-U 1, hasil tak begitu mengejutkan. Rangers Hijau yang berkoalisi dengan Rangers Merah dan Rangers Hijau Muda berhasil meringkus Rangers Biru yang turun gelanggang sendirian. Dengan gap suara hampir mencapai seribu, mereka berhasil memaksakan hasil back to back untuk kedua kali sejak 2017.
Sistem Pemira Tahun 2019 terbilang sangat baru. E-Voting diperkenalkan menggantikan cara konvensional yang biasa dipakai di pemilihan sejenis. Cara ini terbilang sangkil mangkus dalam meningkatkan perolehan suara di kalangan mahasiswa Ciputat yang mageran. Namun di balik itu, sistem yang dikembangkan Pustipanda tersebut menghadirkan masalah baru bagi pemira tahun ini. Banyak laporan dari mahasiswa yang kehilangan hak pilih karena akun mereka telah memilih dengan sendirinya. Para peretas dituding sebagai dalang dari kekacauan ini. Uniknya, para peretas, nampaknya, datang dari kedua aktor utama percaturan politik tahunan ini: Rangers Biru dan Rangers Hijau.
Mengacu kepada rekapitulasi, dari 13 fakultas yang ada, 8 fakultas disandera Rangers Biru, 1 fakultas bisa dipertahankan Rangers Hijau, dan sisanya disergap Rangers Putih. Hasil ini dipercaya banyak orang menjadi penyulut aksi “Save Democracy” sekelompok orang yang mengatasnamakan “Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta” pada Selasa malam (5 Maret 2019) di depan gedung FITK. Aksi serupa juga dilakukan di depan gedung Rektorat. Aliansi ini menuding rektor baru UIN Jakarta, Prof. Amany Lubis ugal-ugalan dalam menentukan kebijakan e-voting untuk Pemira 2019.
Di sisi lain, Kemenag sedang dilanda gonjang-ganjing setelah salah satu pejabatnya, R ditangkap KPK dalam dalam sebuah OTT. Kasus ini dengan cepat menjadi buah bibir dan kemudian menjadi salah satu tema dalam sebuah talkshow terkenal di tanah air. Salah satu yang diundang adalah seorang pakar hukum nasional. Ia menyebutkan bahwa UIN Jakarta adalah satu institusi yang terlibat dalam prahara Kemenag. Hal ini tentu menjadi bahan bakar tambahan Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta untuk terus berdemo mempertanyakan keadaan kampus yang mereka anggap sedang tidak baik-baik saja. Tak berselanglama, beredar screen shoot yang diduga merupakan isi pesan WA salah satu Ranger Hijau Ciputat yang berusaha melobi pembicara ahli dalam talkshow tersebut. Pesan tersebut berusaha mengajak sang pembicara yang tidak lain juga merupakan pensiunan Rangers Hijau untuk mengulik prahara yang sedang terjadi di UIN Jakarta di layar televisi.
Aksi masa semakin mengheboh, bahkan bertebaran banner dengan tulisan tak senonoh menghiasi wajah kampus satu. Rangers Biru tak tinggal diam. Pada Kamis (6 Maret 2019), massa Rangers Biru melakukan aksi berlabel damai di depan rektorat juga. Mereka bertekad menjaga marwah rektor yang bagaimana pun adalah pemimpin kampus mereka saat ini. Keadaan memanas ketika massa Rangers Hijau melakukan provokasi di depan Auditorium Harun Nasution. Keadaan diselamatkan hujan yang memisahkan kedua massa yang memang sering kali memanas ketika Pemira tiba.
Pertarungan di dunia nyata belum cukup nampaknya. Perang tagar #UINjktBaik2Aja vs #UINJktsedangTidakBaik2Saja sempat mewarnai jagad Twitter. Bahkan tagar pertama sempat bertengger sebagai salah satu trending topic nasional. Buzzer pun dipekerjakan dalam pertarungan ini. Akun-akun dengan foto profil perempuan cantik dan follower belasan menghiasi tagar-tagar tersebut.
Kemelut di Ciputat melemah setelah rektor mengeluarkan pernyataan lewat media-media UIN Jakarta. Rekor perempuan PTKIN pertama tersebut akan menindak secara hukum siapa saja yang mencemarkan nama baiknya. Gertakan ini manjur meredakan gelombang protes Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta yang sebelumnya membabibuta. Aksi protes jilid ke-2 pun urung terwujud meski ajakannya telah tersebar luas lewat pesan singkat WA.
Leave a Reply