Habis manis sepah dibuang
Dulu kita menikmati cinta satu sama lain; sekarang kunikmati rindu sendiri
Kita tersenyum bersama di depan layar; kini kutersenyum sendiri menikmati pahitnya melihatmu bersamanya tertawa lebar
Kukira kau rumah
Kukira kau destinasi
Kukira kau oase
Ternyata,
Kau hanya penginapan
Kau hanya menghendakiku singgah
Kau hanya fatamorgana
Kukira senyummu akan selamanya menjadi milikku. Ternyata senyummu adalah aroma kantong semar milik semua korbanmu
Wajahmu yang polos
Kulitmu yang putih bersih
Matamu yang hanya segaris
Posturmu yang mini
Dan suaramu yang manja
Kukira semua adalah anugerah jika diingat, ternyata sekarang menjadi musibah
Yang menghantui malam sunyiku
Yang mengusik langkahku yang terseok
Yang menerror diriku yang berusaha menyongsong pagi dengan seperangkat embun dan udara sejuk
Kau adalah sajak sejukku
Kau adalah merah dan hitam jalanku
Kau adakah syukur dan gundahku
Kini semua itu musti ditulis dengan past perfect Sudah tuntas, tandas, dan tak berbekas
Aku berharap ada sedikit rona masa lalu di tatapanmu di hari itu
Ternyata memang telah purna semua
Kau telah menutup lekat-lekat lembaran-lembaran penuh tinta warna-warna kita dulu
Atau bahkan kau sudah loakkan semua lembaran cerita kita?
Aku munafik jika berkata aku mengharap kau bahagia dengan pilihanmu yang terasa bagai sembilu bagiku
Kurela terjang nasehat Zainudin
Kugadaikan semua gengsi dan harga diri
Ternyata memang harga diriku lebih murah daripada hasratmu itu
Luka ini belum juga kering
Sama basahnya dengan tinta puisi ini yang baru kutulis
Kukira waktu yang perkasa bisa mengobati luka yang kaubuat
Ternyata luka ini lebih parah daripada yang kuduga
Cipedak, 3 Agustus 2023
Leave a Reply